|
Dr. KH. Fuad Thohari, MA |
الله أكبر, الله أكبر, الله أكبر\ الله أكبر, الله أكبر, الله أكبر\ الله أكبر, الله أكبر, الله أكبر\
الحمد لله الذي جعل أَوَّلَ بَيْتٍ وُضِعَ لِلنَّاسِ لَلَّذِي بِبَكَّةَ مُبَارَكًا وَهُدًى لِلْعَالَمِينَ, وجعل أعظم شعائره حج بيته الحرام بحرمه الأمين. أشهد أن لاإله إلاالله العزيز الرحيم وأشهد أن محمدا عبده ورسوله النبي الكريم. اللهم صل وسلم على سيدنا محمد وعلى آله وأصحابه أجمعبن. أما بعد. فيا أيها الحاضرون, اتقوا الله حق تقاته ولاتموتن إلا وأنتم مسلمون. قال الله تعالى فى كتابه الكريم أعوذ با لله من الشيطان الرجيم: إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَر َ(1) فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَر (2) إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَر ُ
Pada hari Ahad, tanggal 10 Dzul Hijjah 1443/10 Juli 2022, kita kembali melaksanakan ibadah sholat Idul Adha dalam keadaan sehat wal ‘afiat, setelah diawali dengan menjalankan ibadah puasa sunnah Tarwiyah dan Arafah. Kita perlu mengevaluasi diri (muhasabah) secara jernih dan objektif, serta berupaya sungguh-sungguh, agar amal ibadah yang kita laksanakan mendapatkan ridla Allah SWT. Amin.
Shalawat-salam tidak lupa kita sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menyampaikan risalah, ajaran, dan pesan perdamaian sebagai rahmat bagi semesta alam..
Hadirin Jama'ah Sholat 'Id Yang Dimulyakan Allah
Hari raya 'Idul Adha yang kita rayakan pagi ini, merupakan satu di antara dua hari raya umat Islam, selain Idul Fitri. Kedua hari raya itu memiliki kesamaan makna, yaitu hari kembalinya seseorang kepada semangat kesucian.
Kalau 'Idul Fitri seseorang bisa kembali suci setelah menjalani ibadah puasa Ramadhan sebulan penuh; 'Idul Adha akan membuka peluang penyucian jiwa, terutama bagi siapa saja yang menyembelih hewan kurban, dan kurbannya diterima Allah swt. Selain itu, Idul Adha juga bisa mensucikan siapa saja yang menunaikan ibadah Haji dan hajinya mendapat predikat haji mabrur. Karena --seperti dijanjikan Rasulullah Muhammad saw, tiada balasan bagi Haji mabrur kecuali Surga.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْحَجَّةُ الْمَبْرُورَةُ لَيْسَ لَهَا جَزَاءٌ إِلَّا الْجَنَّةُ
Hadirin Sidang Idul Adha Rahimakumullah
Kita patut bersyukur dan bergembira bahwa dari tahun ke tahun, umat Islam Indonesia banyak yang menyembelih hewan Kurban. Kita juga bersyukur dan merasa bangga, banyak umat Islam Indonesia yang diberikan kemampuan (isthitha’ah) untuk menunaikan ibadah haji.
Hanya karena pandemi PMK, ibadah Kurban tahun ini sedikit berbeda dibandingkan tahun-tahun yang lalu. Begitu juga karena pandemi Covid-19 meskipun trendnya di seluruh dunia makin landai dan sudah dinyatakan end demi, nyatanya pemerintah Saudi membuka musim haji tahun 2022 ini, hanya separoh kuota haji saja yang mendapatkan visa haji dan hanya untuk jamaah haji usia 18 sd.65 tahun saja. Kebijakan pemerintah Saudi ini tentu harus disambut gembira dan puji syukur kepada Allah swt.
Hadirin Sidang Idul Adha Rahimakumullah
Rasa-rasanya aneh, di sebuah Negara yang katanya paling banyak mengirim kafilah haji, paling banyak umat Islamnya, fakta-fakta positif semacam ini ternyata belum mampu mengggeser negara kita Indonesia, sebagai salah satu negara terkorup di Asia. Kita prihatin, fakta-fakta positif semacam ini tidak menjadikan negara kita Indonesia selamat dari serbuan narkoba. Bahkan, sekarang ini negara Indonesia menjadi pasar narkoba paling besar di dunia. Padahal, kondisi semacam ini, jelas-jelas akan mengancam generasi muda terbaik kita, yang kelak akan menjadi penerus bangsa.
Bahkan yang lebih memprihatinkan lagi, sekalipun bangsa Indonesia sudah 73 tahun merdeka dan puluhan kali menyelenggarakan pemilu, selalu saja menjelang pemilu ada oknum yang sengaja membuat situasi menjadi hangat, hubungan antar anak bagsa menjadi terkotak-kotak, mengotori pesta demokrasi, yang semestinya pemilu itu bisa menjadi pesta rakyat yang menyenangkan.
Oleh sebab itu, ada baiknya apabila kita mau merenungkan kembali wawasan kita tentang ajaran ibadah haji dan ibadah kurban tahun ini dalam perspektif dan makna yang lebih luas, dikaitkan dengan kondisi bangsa kita akhir-akhir ini.
Jama'ah Sholat 'Idul Adha Yang Dimulyakan Allah
Semua calon jama’ah haji pasti ingin mendapatkan predikat haji mabrur. Sayangnya, tidak semua jama’ah haji mengetahui, untuk mendapatkan predikat haji mabrur itu tidak mudah.
Imam al-Nawawi, mengatakan, kemabruran ibadah haji, salah satunya ditandai dengan adanya perubahan perilaku jama’ah haji yang lebih positif dan lebih baik, antara sebelum berangkat manunaikan ibadah haji dengan setelah kepulangannya menunaikan ibadah haji.
Kalau ada calon jama’ah haji, sebelum berangkat haji sangat pelit, tidak pernah punya empati, dan tidak mau berbagi, tetapi setelah pulang menunaikan ibadah haji lalu menjadi orang yang dermawan, empatinya kepada faqir-miskin gampang tumbuh, orang ini telah mendapatkan tanda-tanda predikat haji mabrur. Begitu juga bagi pedagang, pejabat, hakim, dan yang lain-lain, apabila mereka mengalami perubahan perilaku yang lebih positif dan lebih baik, antara sebelum berangkat menunaikan ibadah haji dengan setelah kepulangannya menunaikan ibadah haji, semuanya ini bisa menjadi pertanda, mereka telah mendapatkan predikat haji mabrur.
Hadirin Jama'ah Sholat 'Id Yang Dimulyakan Allah
Manusia mengenal tradisi korban sudah sangat lama, setua umur manusia di muka bumi ini. Sejarah kurban itu dimulai, sejak Allah SWT mewajibkan anak-anak Adam; Habil dan Qabil untuk berkurban ternak dan dan hasil pertanian. Tradisi berkurban ini terus berlanjut dan belakangan jauh bergeser dari nilai-nilai kemanusiaan dan ketuhanan sebagaimana dulu diperintahkan Allah swt.
Pada masa Nabi Ibrahim as, manusia seringkali menjadikan manusia yang lain sebagai korban atau sesaji kepada dewa-dewa yang mereka sembah, agar tidak murka dan menurunkan bencana.
Di Meksiko, suku Aztek menyerahkan jantung dan darah manusia kepada dewa matahari. Di Eropa Utara, orang Viking yang dulunya mendiami Skandinavia mengorbankan pemuka agama mereka kepada Odin, sang Dewa Perang. Di Mesir, gadis tercantik dipersembahkan kepada dewi sungai Nil. Sementara itu, di Kan’an Irak, bayi-bayi merah yang tidak berdosa dipersembahkan kepada dewa Ba’al.
Hadirin Sidang Idul Adha Rahimakumullah
Nabi Ibrahim hidup pada abad ke-18 SM., suatu masa ketika terjadi persimpangan jalan pemikiran manusia tentang korban yang masih berwujud manusia. Di satu pihak, ada yang ingin tetap mempertahankan kurban berbentuk manusia. Sementara di pihak lain ada yang beranggapan, manusia terlalu mulia untuk dikurbankan kepada Dewa2 yang disembah.
Ajaran yang dibawa Nabi Ibrahim as tentang kurban ternyata memberikan jalan keluar yang memuaskan semua pihak. Kurban yang dilakukan Nabi Ibrahim as --dengan demikian-- bukan semakin melegalkan kurban berbentuk manusia, karena setelah pisau dihujamkan ke leher Isma’il as, Allah mengganti Isma’il as dengan seekor domba. Kejadian ini sekaligus memberikan satu isyarat bahwa Allah begitu sayang kepada manusia, sehingga kurban berbentuk manusia tidak lagi diperkenankan.
Hadirin Jama'ah Sholat 'Id Yang Dimulyakan Allah
Kita sepakat, manusia mengenal tradisi kurban sudah cukup lama, sejak Nabi Adam as dan terus berlanjut pada masa Nabi Ibrahim as. Yang penting untuk digarisbawahi, apa sebenarnya makna simbolik dibalik ibadah kurban yang dilakukan Nabi Ibrahim as? Mengapa Nabi Ibrahim as harus menyembelih Ismail as, lalu Allah SWT menggantinya dengan domba gibas?
Jika kita renungkan lebih dalam, kisah Nabi Ibrahim as dan keluarganya ternyata sarat dengan muatan pesan moral yang begitu dalam.
Pertama, Nabi Ibrahim as., merupakan simbol bagi manusia yang rela mengorbankan apa saja demi mencapai keridlaan Allah, termasuk rela mengorbankan dirinya sendiri dalam kobaran lautan api yang disulut raja Namrudz. Setiap orang pasti mempunyai kelemahan terhadap sesuatu yang paling dicintainya, dan kelemahan Nabi Ibrahim as, bisa jadi terletak pada puteranya Isma’il as yang sudah lama dirindukan. Kenyataannya, Ibrahim as lulus ketika diuji Allah untuk mengorbankan putera kesayangannya, Isma’il as.
Kedua, Isma’il as adalah simbol bagi sesuatu yang paling dicintai dan sekaligus berpotensi untuk menggoyahkan iman; simbol bagi sesuatu yang dapat membuat manusia enggan untuk menerima tanggung jawab; simbol bagi sesuatu yang bisa mengajak manusia berpikir subjektif dan berpendirian egois. Ringkasnya, Ismail as adalah simbol dari sesuatu yang dapat menyesatkan manusia dari jalan ilahi.
Ketiga, Hajar adalah simbol dari gambaran seorang isteri yang sangat sabar dan sangat memahami kepergian suaminya (Ibrahim. AS), bertahun-tahun meninggalkannya tanpa bekal yang memadai untuk tugas agama, mengemban risalah ilahiah. Siti Hajar merupakan sosok ibu yang ikhlas menerima keadaaan, dan sangat sayang kepada puteranya Isma’il as. Pada saat yang sama, Siti Hajar begitu tawakal dan meyakini do’a suaminya pada saat ditinggalkan Nabi Ibrahim as suaminya balik ke Palestina untuk menemui Sarah, isterinya selain membina kaumnya..
Hadirin Sidang Idul Adha Rahimakumullah
Marilah kita introspeksi, sudahkah kita memiliki keimanan, loyalitas, dan cinta-setia kepada Allah setangguh Nabi Ibrahim as dan keluarganya? Apakah kita sudah menunjukkan pengorbanan yang optimal ke jalan yang diridlai Allah Swt?
Nabi Ibrahim as telah mengorbankan Ismail, puteranya yang sangat dicintai. Sebagai simbol bagi sesuatu yang amat kita cintai, boleh jadi ”Ismail-Isma’il” itu kini mengambil bentuk berupa kekayaan, kendaraan baru, rumah mewah, deposito, jabatan penting, dsb. Apakah kita sanggup mengorbankan semua “Isma’il-Isma’il” itu untuk meraih ridla Allah?
Pendek kata, jika kita sebagai suami, sanggupkah kita meniru ketangguhan iman Nabi Ibrahim as, rela mengorbankan sesuatu yang paling dicintai demi memenuhi perintah Allah? Bukankah yang banyak terjadi, setelah manusia itu kaya raya, kecenderungannya pelit dan tidak mau berkurban? Setelah manusia itu menduduki jabatan penting dan strategis, bukankah malah banyak yang sombong, lupa diri, dan hanya mementingkan diri sendiri, kroni dan kelompoknya? Tidak ada lagi idealisme, tidak ada lagi yang tersisa untuk warga, umat, agama, dan bahkan negaranya. Mereka lupa dengan sumpah jabatan yang dulu pernah diikrarkan ketika dilantik menjadi pejabat.
Begitu juga, jika kita memposisikan sebagai isteri, apakah kita sanggup meniru ketabahan dan ketaatan Siti Hajar, merelakan suami tercinta menjalankan perintah Allah dan menghargai jiwa besar anaknya Isma’il as? Ataukah justeru menjadi isteri yang sering tidak bersyukur dengan nafkah yang diberikan suami, gampang cemburut kalau gaji yang dibawa suami tidak sebarapa dan tidak banyak? Atau menjadi isteri yang banyak ngambek karena suami menjalankan tugas negara berbulan-bulan dan tidak bisa berkumpul bersama keluarga?
Begitu juga jika kita sebagai anak, sudahkah kita memiliki idealisme yang kokoh seperti Nabi isma’il as, yang merelakan jiwa raganya menjadi korban untuk tujuan yang sangat mulia? Ataukah menjadi anak yang suka menghalang-halangi niat baik bapaknya dalam melakukan ketaatan dan amal shaleh kepada Allah SWT?
Aneh, sekarang ini banyak orang tua yang akan berbuat amal shaleh, dihalang-halangi atau bahkan dibatalkan anak-anaknya. Kasus banyaknya tanah waqaf yang diambil alih atau dijual ahli warisnya (anak), menjadi bukti, banyak anak-anak di zaman ini, tidak mewarisi karakter Nabi Isma’il as. Bahkan, ada seorang anak yang tega menggugat ibu/bapak kandungnya sendiri karena dianggap telah merugikan dirinya. Na’udzu billah...
Hadirin Jama'ah Sholat 'Id Yang Dimulyakan Allah
Dalam perspektif yang lebih luas dan dalam konteks keadaan kita sekarang ini:
- Bagi para pejabat/aparatur negara dan para birokrat, ibadah kurban ini hendaknya dirmaknai sebagai keteladanan dalam berperilaku dan bersikap, semangat rela berkurban dalam mewujudkan perilaku jujur dan amanah dalam mengemban tugas negara, selain kesediaan mengabdi dan memberikan palayan yang terbaik untuk rakyat..
- Bagi para penegak keadilan, ibadah kurban dapat dimaknai sebagai kesediaan untuk memerangi jual beli kasus dan menyembelih budaya korupsi, kolusi, dan nepotisme yang kian menggurita hampir di semua lini kehidupan. Kita prihatin, di sebuah negara dengan jumlah umat Islam terbesar di dunia, dengan jumlah jama’ah haji terbanyak di dunia, kenapa keadilan sulit ditegakkan. Sampai-sampai ada yang mengatakan, ”Keadilan dI Indonesia sulit ditegakkan. Sulitnya seperti mendirikan benang yang basah. Keadilan di Indonesia sulit dicari. Sulitnya seperti mencari jarum patah yang jatuh dalam jerami”. Sungguh, kita merindukan penegak keadilan yang jujur, adil, dan amanah.
- Bagi para elit politik, berkurban bisa berarti keseriusan dalam menghentikan pelbagai pertikaian dan konflik antar partai, ras, suku, maupun agama. Jangan ajari rakyat ini dengan kasak kusuk, lobi dagang sapi, dan intrik-intrik politik yang tidak manusiawi. Jangan kau tunjukkan sikap dan perilaku yang memuakkan, menyebarkan berita hoax, fitnah, ujaran kebencian, dan cara-cara yang kotor dan tidak sportif, demi mengejar ambisi politik sesaat yang bisa mengancam keutuhan berbangsa dan bernegara..
- Bagi para anggota Dewan dan pemimpin Partai yang terhormat, berkurban juga dapat dimaknai kesediaan memberi contoh pengamalan ajaran Islam yang santun dan menyejukkan dalam berkontribusi membangun bangsa dan negara, selain kesediaan memberi preseden yang baik dalam menjalin ukhuwah islamiyah dan ukhuwah basyariyah. Bukan sebaliknya, memberi contoh cara bertikai, kasak-kusuk, intrik berebut kekuasaan, dan tindakan tercela lainnya --yang ujung-ujungnya-- hanya untuk memperkaya diri dan partainya secara membabi buta.
- Bagi umat Islam yang mampu dan dianugerahi rizki berlebih, berkurban bisa diartikan sebagai kesediaan diri untuk menyediakan sarana peribadatan, sarana perumahan, sarana pendidikan, sarana kesehatan, dll. Cakupan pesan menyembelih hewan kurban dengan demikian bisa diartikan dengan kesediaan memotong deposito, mendebet rekening di bank, dan mensedekahkan sebagian keuntungan investasi saham di perusahaan-perusahaan bonafide. untuk mensejahterakan fakir-miskin yang kurang beruntung secara ekonomi dan membantu saudara-saudara kita di NTB yang sedang mendapatkan musibah.
Selain itu, ibadah kurban yang dilakukan, hendaknya dijadikan sebagai lambang untuk menyembelih sifat kebinatangan yang mungkin ada pada dirinya; seperti sifat tidak mengenal halal dan haram, sombong, dengki, serakah, suka pamer, dan ingin menang sendiri.
Insya Allah, dengan hilangnya sifat-sifat kebinatangan tersebut, manusia akan terbebas dari perbuatan keji dan mungkar, baik yang merugikan diri sendiri maupun merugikan orang lain, serta menjadi sosok manusia paripurna yang diridloi Allah SWT.
Jama'ah Sholat 'Idul Adha Yang Dimulyakan Allah
Dari mimbar yang mulia ini kiranya patut disampaikan harapan, mudah-mudahan Hari Raya Idul Adha tahun 1443 H ini dapat menumbuhkan semangat baru bagi kita; semangat rela berkorban dalam wujudkan masyarakat yang adil, sejahtera, dan bermartabat, semangat dalam meningkatkan solidaritas kepada sesama, semangat berkurban dalam menyembelih egoisme pribadi untuk memperkokoh jalinan persaudaraan keumatan dan kebangsaan dalam bingkai NKRI, dan juga semangat untuk melaksanakan ajaran-ajaran Islam secara kaffah demi terwujudnya Negara yang baldatun thoyyibatun warabbun ghafuur..
Akhirnya saya ucapkan, selamat berkurban. Semoga Allah menerima dan meridlai kurban kita. Amin.
بارك الله لي ولكم في القرآن الكريم ونفعني وإياكم بما فيه من الآيات والذكر الحكيم وتقبل مني ومنكم تلاوته إنه هو السميع العليم
الخطبة الثانية
الله اكبر 7x الحمد لله حمدا كثيرا كما أمر. أشهد أن لا اله إلا الله وحده لا شريك له, إرغاما لمن جحد به وكفر. وأشهد أن محمدا عبده ورسوله, سيد الخلائق والبشر.
أيها الناس, اتقوا الله, وافعلوا الخيرات, واجتنبوا السيئات. إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا. اللهم صل وسلم وبارك على سيدنا محمد, وعلى اله وصحبه أجمعين وارض عنا معهم برحمتك يا أرحم الراحمين.
- اللهم اغفر للمؤمنين والمؤمنات, والمسلمين والمسلمات, الأحياء منهم والأموات, إنك قريب مجيب الدعوات.
-ر َبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِنَا رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلَانَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ
- ربنا اغفر لنا ولإخواننا الذين سبقونا بالإيمان ولا تجعل في قلوبنا غلا للذين أمنوا ربنا إنك رءوف الرحيم. سبحان ربك رب العزة عمايصفون وسلام على المرسلين والحمد لله رب العالمين.
عباد الله, إن الله يأمر بالعدل والإحسان, وإيتاء ذي القربى وينهى عن الفحشاء والمنكروالبغي, يعظكم لعلكم تذكرون. اذكروا الله العظيم يذكركم, واسئلوه من فضله يعطكم, ولذكر الله أكبر.
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Profil Khotib: Dr. KH. Fuad Thohari, M.A, lahir di Ngawi, Jawa Timur, alumnus Pesantren MTs-MA “Al-Islam”, Joresan, Ponorogo (1983-1989), Pesantren Al-Falah, Ploso, Kediri (1989-1992), Pendidikan Kader Ulama MUI Jakarta (1994-1996), dan Pendidikan Kader Ulama (PKU) MUI Pusat (1997).
Menyelesaikan S1 Jurusan Tafsir-Hadis Fakultas Ushuluddin IAIN Jakarta (1997), menyelesaikan S2 Kosentrasi Tafsir-Hadis IAIN Jakarta (1999), dan Program Doktor Islamic Studies (Konsentrasi Hadis dan Ulum al-Hadis) di Pascasarjana (S3) UIN Jakarta (2001-2007).
Pernah mengikuti Postdoctoral (Daurah Tarbiyah fi al-Lughah wa al-Tsaqafah, di Al-Azhar, Cairo, Mesir, tahun 2010; mengikuti Postdoctoral Fellowship Program For Islamic Higher Education (POSFI) di Tunisia, tahun 2014, dan penelitian di berbagai Negara lain; Arab Saudi (2013, 2018, 2022), China (Beijing) tahun 2014, Hongkong tahun 2015, Shanghai tahun 2016, Hainan, Hoiku, 2020, Singapore, Malaysia, Thailand (2011 dan 2017), India, Palestina, Israel, Mesir, Yordania (2018), dll.
Sehari-hari sebagai dosen tetap di Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Jakarta (sejak 2000), pengajar di Pascasarjana Fakultas Ushuluddin, UIN Jakarta, Pascasarjana Fakultas Syari’ah Dan Hukum, UIN Jakarta, Sekolah Pascasarjana (SPS) program S2 dan S3, UIN Jakarta, Pendidikan Kader Ulama MUI, dosen beberapa kampus di Jakarta, dan sekitarnya..
Menjadi narasumber kajian keilmuan, seminar, halaqah, talkshow di beberapa radio dan stasiun televisi, dan aktif menjadi peneliti nasional dan internasional, menulis di berbagai Jurnal Ilmiah, Media Massa, Buku, serta Media Elektronik berbasis WEB (Internet).
Sekarang diamanahi sebagai Sekretaris Komisi FATWA MUI DKI Jakarta (2015-2024), , Dewan Syari’ah LPPOM (Lembaga Pengkajian Pangan Obat-Obatan dan Kosmetika) MUI DKI Jakarta, Pengurus LD-NU (Lembaga Dakwah PBNU), Wakil Rois Syuriah PWNU DKI Jakarta, Penasihat LBM (Lembaga Bahtsul Matsa’il) PWNU DKI Jakarta, Pengurus PPSDM (Pusat Pengkajian Sumber Daya Manusia), UIN Jakarta, dan sebagai Dewan Pertimbangan, “Rahmat Semesta Center”, di Ciputat.
Alamat: Komplek Vila Inti Persada (VIP), Blok A.09 No.04, Jl. Raya Ciputat-Sawangan, Pamulang Timur, HP. 0816 110 8747