Romo Sidarto Danusubroto (Wantimpres) dan KH. Ma'ruf Amin (Rois Aam PBNU) Menghadiri Haul KH. Mahfudz Syafi'i |
BEKASI - Ajaran Thoriqoh semakin membumi dalam kehidupan masyarakat, baik masyarakat bawah ataupun kalangan menengah ke atas. Thoriqoh dipandang sebagai perekat sekaligus pemersatu dalam menjaga keutuhan Negara Kesatuaan Republik Indonesia (NKRI). Ajaran Thoriqoh dalam tasawuf dinilai berjasa besar terhadap spiritualitas di kalangan masyarakat dan intelektual Islam di Indonesia.
“Pengaruh tasawuf telah menjangkau ke seluruh masyarakat dari elit hingga masyarakat bawah. Ajaran tasawuf mempengaruhi pola hidup, moral dan sendi-sendi kehidupan mencakup kesadaran estetik, filsafat, sampai tujuan hidup seseorang.” kata Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Romo Sidarto Danusubroto.
Hal ini disampaikan Sidarto Danusubroto di hadapan 30.000 para santri, yang hadir dalam acara Haul Hadlratussyekh KH. Mahfudz Syafi’i dan Ibu Nyai Hj. Muchsonah Roadhiallahu Anhuma di Ponpes Al-Istighotsah, Sukatani, Bekasi, Jawa Barat.
Romo Sidarto Danusubroto dengan KH. Agus Salim |
Romo Sidarto menjelaskan, bahwa dunia tasawuf dalam praktiknya telah mampu melakukan penetrasi ke berbagai wilayah dunia dengan beradaptasi dengan nilai-nilai kearifan lokal, sehingga penyebaran agama Islam dapat dengan mudah di terima oleh lingkungan barunya. Nama Thoriqoh biasanya dinisbatkan kepada pendiri atau murid-murid yang cukup terkenal saat itu. Contohnya Thoriqoh Qodiriyah dinisbatkan ke (Syeikh Abdul Qodir Al-Jaelani), Thoriqoh Syadziliyah (Syeikh Abu Hasan As-Syadzily), Thoriqoh Naqsabandiyah (Syeikh Bahauddin An-Naqsabandi) dan lain sebagainya.
Menurut Romo Sidarto (demikian beliau akrab dipanggil), meski banyak sekali nama Thoriqoh, akan tetapi hampir semuanya memiliki kesamaan tujuan yaitu mengajak beriman dan bertauhid kepada Allah SWT. “Sudah tentu disadari ada perbedaan Thoriqoh yang satu dan lainnya, karena perbedaan guru, tata cara amaliah dan ritualnya,” ujarnya.
Namun demikian, Thoriqoh adalah sebuah upaya mendekatkan diri kepada Allah SWT, melalui jalan tertentu. Para guru sufi menuntun para muridnya agar selalu melakukan pembersihan hati dengan mengikuti Sunah Rasulullah, memperbaiki aqidah, akhlak, dan menjauhi penyakit hati seperti sifat sombong, khasad, ria’, siafat merasa-merasa, sifat pengakuan dan sejenisnya.
“Upaya demikian dilakukan oleh para sufi agar memperoleh mahabbah, atau kecintaan kepada Allah azzawajallah saja, dan tertanam rasa cinta pada Rasulnya dan gurunya,” kata Sidarto, menjelaskan.
Fakta sejarah di negeri ini menunjukkan bahwa Islam selama ini mampu menyatu dengan kearifan lokal tanpa menimbulkan gesekan. Inilah wajah Islam yang tumbuh sejak berabad-abad silam dengan menampilkan keterbukaan, toleran dan sadar akan kemajemukkan di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Romo Sidarto Danusubroto dengan Kyai Humaedi Yusuf |
Dalam kesempatan itu pula Romo Sidarto Danusubroto, menyampaikan “atas nama negara dan bangsa Inedonesia saya menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Al Maghfurlah Hadlratussyekh KH. Mahfudz Syafi’i yang telah mendedikasikan seluruh hidupnya untuk kepentingan umat dan Negara Kesatuan Republik Indonesia, melalui jalan ajaran Thoriqoh Syadziliyah, Qodiriyah, dan Naqsabandiyah, dan sekaligus sebagai Paku Buminya Bangsa dan Negara Republik Indonesia, sehingga bangsa dan negara tercinta ini tetap aman dan damai”. Ujar Romo Sidarto, bersemangat.
Dalam acara Haul Hadlratussyekh KH. Mahfudz Syafi’i kali ini dihadiri juga oleh KH. Ma’ruf Amin Ketua MUI sekalgus Rois Aam PBNU, KH. Agus Salim Ketua Lembaga Dakwah PBNU. Sebagai simbol penghargaan kepada keluarga besar Hadlratussyekh KH. Mahfudz Syafi’i, Romo Sidarto menyerahkan cindera mata berupa Plakat Burung Garuda, yang diterma oleh Pengasuh Ponpes Al-Istighotsah Sukatani, yaitu Kyai Humaedi Yusuf, MH. (ASR)
Berita Terkait:
Sejarah Perjuangan Hadlartussyekh KH. Mahfudz Syafi'i
Berita Terkait:
Sejarah Perjuangan Hadlartussyekh KH. Mahfudz Syafi'i
Tidak ada komentar:
Posting Komentar