KH. Agus Salim HS, Ketua Lembaga Dakwah PBNU |
Sebagaimana telah dijelaskan Al Qur'an dalam Surah al-Isra ayat pertama:
سُبۡحٰنَ الَّذِىۡۤ اَسۡرٰى بِعَبۡدِهٖ لَيۡلًا مِّنَ الۡمَسۡجِدِ الۡحَـرَامِ اِلَى الۡمَسۡجِدِ الۡاَقۡصَا الَّذِىۡ بٰرَكۡنَا حَوۡلَهٗ لِنُرِيَهٗ مِنۡ اٰيٰتِنَا ؕ اِنَّهٗ هُوَ السَّمِيۡعُ الۡبَصِيۡ
"Mahasuci (Allah), yang telah memperjalankan hamba-Nya (Muhammad) pada malam hari dari Masjidilharam ke Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar, Maha Melihat."
Ayat ini, jelas Abi, menunjukkan suatu paradigma bahwa Allah SWT Maha Kuasa atas segala sesuatu termasuk sesuatu yang tidak mungkin bisa dicerna dengan akal syariah dengan akal pikiran manusia. Maka untuk itu, Kiai Agus mengatakan untuk Isra' Mi'raj ini perlu dipahami dengan di samping syariah juga dengan akidah. Bahwa Allah SWT menunjukkan kepada hambanya bahwa hamba dalam Al Qur'an hanya khusus untuk Nabi Muhammad SAW.
"Jadi gelar hamba itu gelar kemuliaan suatu gelar kehormatan yang hanya disanding oleh Nabi besar Muhammad SAW. Bahwa hamba itu adalah seorang yang betul-betul mengabdi dengan ikhlas tanpa pamrih tanpa ada supaya," jelas Abi.
Ketika orang beribadah kemudian dia supaya berarti dia itu pamrih, berarti dia mengharapkan selain Allah. Dan seorang hamba itu betul-betul mengabdi beramal sholih dasar tujuannya tidak ada lain hanya kepada Allah selalu mengutamakan Allah. Selalu Allah yang diutamakan, selalu Allah yang menjadi tujuan. Selain itu tidak, maka "hamba" di situ adalah suatu gelar yang tinggi yang hanya disandang oleh Nabi besar Muhammad SAW.
Isra' Mi'raj yang dilakukan Rasulullah SAW, betul-betul menunjukkan bahwa manusia lemah, bahwa manusia tidak bisa berbuat apapun, melainkan Allah SWT yang mempekerjakan semuanya. Kalau Allah mau, apapun bisa, kalau Allah berkehendak tidak ada yang tidak mungkin.
Jadi kalau Isra' Mi'raj kita cerna dengan akal pikiran manusia yang terbatas ini, maka mereka tidak akan sepenuhnya percaya. Maka ketika Rasulullah pulang Isra' Mi'raj, Rasulullah sempat bingung untuk menjelaskan kepada umat dalam hal ini kaum Quraisy.
Namun ini tetap harus dijelaskan, diutarakan oleh Rasulullah tentang pengalaman dan kejadian yang dialami Nabi besar Muhammad SAW. Ketika Rasulullah menyampaikan pengalamannya tentang malam perjalanan dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha, kemudian langsung naik bertemu Allah dan sebelum Subuh sudah berada lagi di kota Makkah. Kalau orang-orang ini tidak mencerna dengan hati yang jernih dengan hati yang betul-betul yakin kepada Allah maka sulit untuk dipercaya.
Maka ketika Rasulullah menyampaikan, semuanya pun menolak, tapi ada salah seorang sahabat Rasulullah yakni Abu Bakar as-Siddiq yang membenarkan apa yang sudah dilakukan oleh Rasulullah SAW. Maka untuk itu, as-siddiq adalah suatu gelar yang disandang Abu Bakar, yang merupakan gelar kehormatan pemberian Nabi besar Muhammad SAW. Karena waktu itu, ketika Nabi menyampaikan, tidak ada satu orang pun yang percaya, melainkan Abu Bakar as-Siddiq dengan tegas dan yakin bahwa beliau percaya apa yang sudah dialami oleh Rasulullah dengan Isra' Mi'raj nya itu.
Lalu apa hikmahnya dari Isra' Mi'raj ini, bahwa kita harus paham bahwa kita manusia diciptakan Allah dibentuk dengan bentuk yang sempurna dengan bentuk yang baik, kemudian dimuliakan oleh Allah dan diatur. Dalam posisi ini kita sebagai manusia tidak bisa berbuat apa-apa tanpa diperbuat oleh Allah SWT. Inilah sebetulnya akhlak, jadi orang ketika mau berkahlak ya harus betul-betul paham, bahwa kita ini tidak mampu berbuat apa-apa tanpa diapa-apakan oleh Allah SWT. Tidak ada yang mempekerjakan kecuali Dia, Allah SWT. Tidak ada upaya tidak ada kekuatan kecuali milik Allah SWT.
Kemudian apa oleh-oleh yang dibawa Rasulullah ketika sampai ketemu Allah? tidak ada lain adalah sholat lima waktu. Sholat lima waktu itu adalah suatu kewajiban yang dibebankan kepada Nabi besar Muhammad dan umatnya, karena sholat ini merupakan satu pondasi daripada amal ibadah. Bahkan nanti pertama kali amal manusia dihisab yakni sholat. Sholat di sini kembali kepada "hamba" tadi. Allah berfirman,
وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا ۖ لَا نَسْأَلُكَ رِزْقًا ۖ نَحْنُ نَرْزُقُكَ ۗ وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوَىٰ
Dan perintahkanlah kepada keluargamu mengerjakan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang memberikan rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik di akhirat) adalah bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Thâhâ/20:132)
Kiai Agus menjelaskan takwa di sini adalah dalam arti bahwa orang atau yang selalu menjalankan perintah Allah dan menjauhkan larangan-larangan. Lebih dalam lagi, takwa itu hati yang selalu berhubungan dengan Allah sebagaimana sabda Nabi, tidaklah mencapai derajat seorang hamba kepada takwa, sehingga hatinya senantiasa hubungan dengan Allah. Inilah hakikat daripada takwa.
"Mudah-mudahan dengan hikmah Isra' Mi'raj ini, umat nabi Muhammad SAW selalu beramal dengan ikhlas, amal ikhlas adalah amal sholih, amal sholih itu adalah amal yang tidak kecampuran apapun kecuali hanya Allah SWT," tandasnya mengakhiri. (ASR)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar