"Jika belum ketemu tentu sangatlah rindu, jangan bersedih hati terus sebut namanya sampai dia datang menghampiri"

Kamis, 02 Juni 2022

Menakar Ruh Pancasila di Era Milenial


Tugu Garuda Pancasila Paloh Sambas
Setiap saat kita bertemu dan melalui hari-hari besar kebangsaan kita sebagai warga negara yang merdeka dan berdaulat. Termasuk peringatan hari lahir Pancasila yang merupakan ideologi dasar tegaknya kedaulatan Republik Indonesia. Pancasila menjadi ruh perjalanan berbangsa dan bernegara bagi setiap warga negera yang berada di bawah kedaulatan negara yang bernama Indonesia.

Seperti kita ketahui banhwa Pancasila merupakan pilar ideologi utama bangsa Indonesia. Pancasila merupakan rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia. Pacasila terdiri dari dua suku kata yang berasal dari bahasa sangsakerta yaitu Panca yang berarti lima, dan Sila yang berarti prinsip dasar atau asas. 

Sila-sila dari lima sila yang tercantum dalam ideologi Pancasila tersebut terdiri dari, Ketuahanan yang Maha Esa, Kemanusiaam yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. lima ideologi utama penyusun Pancasila adalah lima sila Pancasila, yang tercantum pada alinea keempat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (disingkat UUD 1945; terkadang juga disingkat UUD '45, UUD RI 1945, atau UUD NRI 1945) adalah konstitusi dan sumber hukum tertinggi yang berlaku di Republik Indonesia. UUD 1945 menjadi perwujudan dari dasar negara (ideologi) Indonesia, yaitu Pancasila, yang disebutkan secara gamblang dalam Pembukaan UUD 1945. (sumber: Naskah UUD 1945, diterbitkan pada tahun 1946)

Sekarang pertanyaanya apakah ruh atau spirit Pancasila masih ada di era Milenial ini?

Jawabannya pasti subjektif dan demensional. Tidak dapat dipungkiri dengan berlalunya zaman dan perkembangan teknologi yang terus memwarnai kehidupan akan menimbulkan ekses posisitf dan negatif bagi kehidupan masyarakat, tidak terkecuali dalam berbangsa dan bernegera.

Seperti misalnya Sila pertama dalam Pancasila kita semua di pandu dengan sebuah iedeologi hidup dalam bingkai Ketuhanan yang Maha Esa, maknanya  adalah setiap warga negara kesatuan Republik Indonesia harus menetapi suatu keyakinan dalam konsep ketuhanan sesuai dengan agamanya masing-masing. Artinya syarat utama menjadi Warga Negara Indonesia (WNI) harus beragama. Percaya dan taat pada ajaran masing-masing agama dengan meneguhkan prinsip toleransi dalam beragama mengingat bangsa indonesia adalah bangsa yang majemuk, atau yang kita kenal dengan negara yang ber-Bhineka Tunggal Ika.

Ruh sila pertma ini menjadi tantangan tersendiri bagi generasi terkini yang kita kenal dengan generasi milenial, sebuah era dengan generasi yang serba instan. Fokus pada orientasi global dan cenderung pargmatis, serta tidak sedikit yang abai terhadap persoalan-persoalan ideologis, baik itu ideologi negara atau ajaran yang terkandung di dalamnya.

Prinsip Kemanusian yang Adil dan Beradab, relasi kemanusian kita, di sebuah era yang serba online ini seakan nyata tapi semu. Ada naluri atau intuisi dari sifat persahabatan, keluarga, dan kebersamaan itu mulai hilang akibat kemudahan-kemudahan komunikasi yang kita dapatakan melunturkan sikap kesahajaan. Mudah menghujat, mudah menyebarkan berita bohong, mudah menghakimi orang tanpa diawali dengan konfirmasi sebuah kebenarannya. Sehingga prinsip-prinsip keadilan dan akhlak sepertinya memudar bersama kecanggihan era yang memanja.

Sila ketiga Pancasila yaitu Persatuan Indonesia, menjadi pertaruhan penting di era milenial ini. di zaman teknologi yang telah mengontrol diri ini, sifat-sifa individulaistik telah mengkungkung pribadi-pribadi menajdi individualis, memisahkan diri dari komunitas besar berbangsa, mudah mendirikan kelompok-kelompok yang tidak sejalan dengan ruh kebangsaan. Separatisme meningkat, sikap-sikap sektarian tumbuh kembang menjamur dimana-mana. Sehingga rasa persatuan dan kesatuan dalam berbangsa tergerus oleh zaman dan kepentingan individu.

Pada sila ini Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, sila yang menjadi nilai luhur dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Karenanya peran serta negara harus hadir dalam kehdiupan berbangsa dan bernegara bagi rakyatnya. Ketika masyarakat Indonesia sudah selesai dalam kegiatan Pemilu, Pilkada, dan Pilpres, maka kita akan tahu wakil-wakil rakyat yang memiliki suara terbanyak dan jadi pemenangnya. Setiap wakil rakyat yang terpilih harus menjalankan tugas dan fungsinya dengan penuh tanggung jawab karena tugas-tugasnya sangat berpengaruh pada kehidupan rakyat.

Maka dari itu, kerakyatan yang dianut oleh bangsa Indonesia bukan hanya mencari suara terbanyak saja. Karena bangsa Indonesia menganut paham “kerakyatan” harus sesuai dengan apa yang tercantum di dalam Pancasila terutama pada sila keempat yang berbunyi Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan.

Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia, merupakan sila yang penuh tantangan dan butuh spirit yang kuat dari pengamalam Pancasila itu sendiri. Jika negara mampu memkanai dan menerapkan empat sila sebelumnya maka  Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia akan tercapai. tapi jika tidak, maka idelologi Pancasila hanya sebatas ideologi, yakni kehidupan berbangsa dengan idelogi Pancasila hampa tanpa ruh. 

Konten ini telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Menakar Ruh Pancasila di Era Milenial", Klik untuk baca: https://www.kompasiana.com/abdussalehradai8240/629707e4ce96e5243d12adb2/ruh-pancasila-di-era-milenial

Kreator: Abdus Saleh Radai 
Kompasiana adalah platform blog, setiap konten menjadi tanggungjawab kreator. Tulis opini Anda seputar isu terkini di Kompasiana.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar