"Jika belum ketemu tentu sangatlah rindu, jangan bersedih hati terus sebut namanya sampai dia datang menghampiri"

Sabtu, 15 Desember 2018

LEMBAGA DAKWAH PBNU DAN KEMENDIKBUD BERIKAN TRAUMA HEALING KORBAN GEMPA SUMBAWA NTB

Abdus Saleh Radai bersama para guru korban gempa Sumbawa Barat
SUMBAWA – Lembaga Dakwah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LD-PBNU), bekerjasama dengan Direktorat Pembinaan Sekolah Dasar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud RI) melakasanakan Program Psikososial dan Trauma Healing. Kegiatan ini untuk anak-anak korban bencana gempa bumi di 15 Sekolah Dasar Negeri yang tersebar di Kabupaten Sumbawa Nusa Tenggara Barat.

Acara di laksanakan dari tanggal 8-20 Desember 2018. Kegiatan Psikososial dan Trauma Healing ini diisi dengan berbagai kegiatan. Diantaranya psikososial dan Assesment, Edutaiment, Motivasi pendidikan, Motivasi Spiritual, Mitigasii dan rileksasi.

Selasa, 24 April 2018

SEJARAH BERDIRINYA PONDOK PETA (PESULUKAN THORIQOT AGUNG) TULUNGAGUNG

Sejarah berdirinya “Al Ma’had As Suluuk Ath Thoriqot Al Kubro” – Pondok Pesulukan Thoriqot Agung atau Pondok PETA berawal dari kiprah Asy Syekh Al Quthub Mustaqim bin Kiai Muhammad Husein. Beliau lahir tahun 1901 Masehi (1319 H.) di Desa Kepatihan, Tulungagung, dari rahim seorang perempuan sholihah bernama Mbah Nyai Mursini asal Desa Kedungwaru, Tulungagung.

Ketika Syekh Mustaqim berusia 12 tahun, oleh ayahandanya Mbah Kiai Husein, dikirim untuk belajar agama kepada Mbah Kiai Zarkasyi di Kauman, Tulungagung. Ketika itu, Mbah Kiai Zarkasyi termasuk salah seorang ulama Tulungagung yang sering silaturrahim dengan Pendiri Nadhlatul Ulama (NU) Hadlratus Syekh Muhammad Hasyim Asy’ari, Tebuireng, Jombang.

Dibawah asuhan Mbah Kiai Zarkasyi, Syekh Mustaqim remaja belajar Al-Qur’an, Hadits, Fiqih, Akhlak, Tauhid dan ilmu-ilmu lainnya. Syekh Mustaqim juga khidmat atau ngawulo kepada keluarga Mbah Kiai Zarkasyi. Beliau merawat kebersihan musholla seperti menyapu, mengepel dan menimba.

Sekitar tahun 1916, di usia 15 tahun, Syekh Mustaqim diantar pamannya, Mbah Kiai Muhammad Sholeh bin Kiai Abdul Djalil berguru ke Malangbong, Garut. Di daerah yang kini masuk wilayah Provinsi Jawa Barat itu, Syekh Mustaqim ditempa pendidikan ilmu rohani oleh Syekh Khudlori bin Mbah Kiai Muhammad Hasan yang masih termasuk pamannya.

Dari Syekh Khudlori, Syekh Mustaqim menerima ijazah dan talqin Thoriqot Qodiriyah wan Naqsyabandiyah dan Thoriqot Naqsyabandiyah. Selain itu, beliau juga menerima ijazah berbagai hizib seperti Hizib Autad (Kafi), Hizib Yamarobil, Hizib Salamah, Hizib Mubarok, Asma’ Baladiyah, Asma’ Jaljalut, dan lain-lain. Di Malangbong, Syekh Mustaqim juga mempelajari berbagai jurus silat ala Sunda.

Senin, 02 April 2018

THORIQOH SEBAGAI PEREKAT PERSATUAN DAN KESATUAN BANGSA

Romo Sidarto Danusubroto (Wantimpres) dan KH. Ma'ruf Amin (Rois Aam PBNU) Menghadiri Haul KH. Mahfudz Syafi'i
BEKASI - Ajaran Thoriqoh semakin membumi dalam kehidupan masyarakat, baik masyarakat bawah ataupun kalangan menengah ke atas. Thoriqoh dipandang sebagai perekat sekaligus pemersatu dalam menjaga keutuhan Negara Kesatuaan Republik Indonesia (NKRI). Ajaran Thoriqoh dalam tasawuf dinilai  berjasa besar terhadap spiritualitas di kalangan masyarakat dan intelektual Islam di Indonesia.

“Pengaruh tasawuf telah menjangkau ke seluruh masyarakat dari elit hingga masyarakat bawah. Ajaran tasawuf mempengaruhi pola hidup, moral dan sendi-sendi kehidupan mencakup kesadaran estetik, filsafat, sampai tujuan hidup seseorang.” kata Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Romo Sidarto Danusubroto.

Hal ini disampaikan Sidarto Danusubroto di hadapan 30.000 para santri, yang hadir dalam acara Haul Hadlratussyekh KH. Mahfudz Syafi’i dan Ibu Nyai Hj. Muchsonah Roadhiallahu Anhuma di Ponpes Al-Istighotsah, Sukatani, Bekasi, Jawa Barat.